Assalamualaikum
Saya mau tanya nih ustadz.
Misalnya saya lagi shalat sndirian, terus ada teman saya menepuk bahu saya, dan otomatis saya dan dia jadi berjamaah dimana saya sebagai imamnya.
Yang jadi pertanyaan :
1. Niat saya awalnya kan shalat sendiri, saat sudah ditepuk bahunya, bagaimana dengan niat shalat saya? Bukankah shalatnya jadi berjamaah dan bukan sendirian lagi? Apa saya perlu mengganti niatnya atau dilanjutkan saja?
2. Misalnya saya shalat maghrib di rakaat kedua, lalu ada teman saya yang menepuk bahu saya, otomatis jadi berjamaah. Apakah sebagai imam harus sedikit dmengeraskan bacaan?
Kalau saya lagi di pertengahan Al-fatiha, apakah saya harus mengulang bacaan alfatihah sambil mengeraskan suara, atau tetap melanjutkan surah alfatihanya sambil mengeraskan suara bacaan saya?
Dan apakah ini berlaku juga saat saya sedang membaca surah pendek?
Terimakasih
Wassalamualaiku warrahmatullahi wabarakatuh
Saya mau tanya nih ustadz.
Misalnya saya lagi shalat sndirian, terus ada teman saya menepuk bahu saya, dan otomatis saya dan dia jadi berjamaah dimana saya sebagai imamnya.
Yang jadi pertanyaan :
1. Niat saya awalnya kan shalat sendiri, saat sudah ditepuk bahunya, bagaimana dengan niat shalat saya? Bukankah shalatnya jadi berjamaah dan bukan sendirian lagi? Apa saya perlu mengganti niatnya atau dilanjutkan saja?
2. Misalnya saya shalat maghrib di rakaat kedua, lalu ada teman saya yang menepuk bahu saya, otomatis jadi berjamaah. Apakah sebagai imam harus sedikit dmengeraskan bacaan?
Kalau saya lagi di pertengahan Al-fatiha, apakah saya harus mengulang bacaan alfatihah sambil mengeraskan suara, atau tetap melanjutkan surah alfatihanya sambil mengeraskan suara bacaan saya?
Dan apakah ini berlaku juga saat saya sedang membaca surah pendek?
Terimakasih
Wassalamualaiku warrahmatullahi wabarakatuh
Jawaban :Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Sebenarnya kebiasaan tepuk pundak ini tidak ada dasarnya dalam fiqih shalat. Sebab kita tidak menemukan dalil baik dalam Al-Quran atau pun sunnah tentang hal ini.Namun untuk lebih lengkapnya pemahaman kita tentang urusan ini, ada baiknya kita telusuri kasusnya sejak semula, yaitu apakah boleh seorang shalat sendirian tiba-tiba mengubah niatnya menjadi imam, karena ada orang yang datang kemudian dan menjadikannya imam. Dalam hal ini kalau kita telurusui pendapat para ulama, kita akan menemukan perbedaan. Apakah untuk menjadi imam shalat disyaratkan berniat menjadi imam sejak awal shalat jamaah dilakukan? Ternyata ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa syarat untuk menjadi imam harus sudah ada niat sejak awal shalat. Sebaliknya, menurut sebagian yang lain, niat menjadi imam tidak menjadi syarat. Mari kita rinci lebih dalam : 1. Harus Niat Sejak Awal Sebagian ulama seperti mazhab Al-Hanafiyah dan Al-Hanabilah mengharuskan seorang imam untuk sejak awal shalatnya sudah berniat jadi imam. Kalau awalnya niat shalat sendiri lalu tiba-tiba di tengah shalat mendadak jadi imam, maka hal itu tidak dibenarkan. a. Al-Hanafiyah Dalam shalat wajib tidak sah hukumnya untuk bermakmum kepada seseorang yang sedang shalat sendiri dan tidak berniat menjadi imam sejak awal. Namun bila shalat itu bukan shalat wajib tetapi shalat sunnah hukumnya tidak boleh. Asalkan baik imam atau pun makmum sama-sama shalat sunnah. b. Al-Hanabilah Untuk sah menjadi imam disyaratkan niat sejak awal shalat. Karena dalam pandangan mazhab ini, agar shalat itu sah hukumnya, maka baik imam atau pun makmum harus sama-sama berniat masing-masing sesuai dengan posisinya sejak sebelum shalat dimulai (takbiratul-ihram). Namun sebagaimana dalam pandangan mazhab Al-Hanafiyah, ketentuan harus ada niat sejak awal shalat ini berlaku hanya dalam shalat berjamaah. Dan ada pengecualiannya yaitu :
Jadi dalam hal ini niat ketika takbiratul-ihram shalat sendiri, kemudian berubah menjadi imam karena tahu pasti akan ada orang yang akan menjadi makmum.
Dasar kebolehan ini dilandaskan pada praktek yang terjadi di zaman Nabi SAW berdasarkan apa yang diceritakan oleh Ibnu Abbas radhiyallahuanhu :
بِتُّ عِنْدَ خَالَتِي
مَيْمُونَةَ فَقَامَ النَّبِيُّ مُتَطَوِّعًا مِنَ اللَّيْل فَقَامَ إِلَى
الْقِرْبَةِ فَتَوَضَّأَ فَقَامَ فَصَلَّى فَقُمْتُ لَمَّا رَأَيْتُهُ
صَنَعَ ذَلِكَ فَتَوَضَّأْتُ مِنَ الْقِرْبَةِ ثُمَّ قُمْتُ إِلَى شِقِّهِ
الأْيْسَرِ فَأَخَذَ بِيَدِي مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِهِ يَعْدِلُنِي كَذَلِكَ
إِلَى الشِّقِّ الأْيْمَنِ
Dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhu
berkata,"Aku bermalam di rumah bibiku, Maimunah radhiyallahuanha. Nabi
SAW shalat sunnah malam dan mengambil wudhu dari qirbah, berdiri dan
mulai mengerjakan shalat. Aku pun bangun ketika melihat beliau SAW
melakukannya, aku pun ikut berwudhu dari qirbah dan berdiri pada sisi
kiri beliau SAW. Beliau SAW menarik tanganku dari balik punggungnya dan
menyeret aku agar pindah ke sisi kanan beliau. (HR. Bukhari) Jadi berdasarkan hadits ini, menurut mazhab Al-Hanabilah, dalam kasus shalat sunnah memang dibolehkan seorang yang awalnya shalat sendirian tiba-tiba mendadak mengubah niatnya menjadi imam karena ada orang yang ingin menjadi makmumnya. Tetapi hal itu tidak berlaku dalam kasus shalat fardhu. 2. Tidak Disyaratkan Niat Sedangkan mereka yang membolehkan perubahan niat di tengah shalat adalah para ulama dalam mazhab Asy-syafi'iyah dan Al-Malikiyah. Kedua mazhab ini tidak mensyaratkan niat untuk menjadi imam sejak awal shalat. Sehingga seorang yang shalat sejak awal niatnya shalat munfarid (sendirian), lalu ada orang lain mengikutinya dari belakang, hukumnya sah dan boleh.Baik shalat itu shalat sunnah atau pun shalat fardhu, keduanya sama-sama dibolehkan. Mengeraskan Bacaan Shalat Adapun apakah begitu jadi imam harus mengeraskan bacaan, sebenarnya tidak menjadi kewajiban. Sebab mengeraskan bacaan itu bukan termasuk rukun dalam shalat. Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc., MA |
Sumber: Rumah Fiqih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar, sekaligus berkenalan... Terima kasih